![]() |
Dugaan maraknya tambang illegal berdekatan dengan Asta tinggi, Madura. (Foto: Istimewa) |
Investigasi media ini mengungkap bahwa aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di kawasan yang dikenal sebagai situs wisata religi tersebut telah berlangsung sejak awal 2023. Yayasan Panembahan Somala (YPS), pemilik sah lahan, mengaku sudah dua kali melayangkan laporan resmi: pertama ke Polres Sumenep pada Februari 2023, dan kedua ke Polda Jawa Timur pada Juni 2024.
Namun yang mengejutkan, meski Polda Jatim sempat menindaklanjuti laporan itu dan melihat langsung aktivitas tambang dengan alat berat pada Desember 2024, kasus ini justru dilimpahkan kembali ke Polres Sumenep. Hingga kini, tidak ada satupun tersangka yang ditetapkan, apalagi proses hukum yang jelas.
“Kami sudah menyerahkan bukti kepemilikan lahan, laporan resmi, bahkan menunjukkan lokasi tambang. Anehnya, meski polisi sudah melihat dengan mata kepala sendiri, alat berat masih beroperasi hingga September 2025,” ungkap RB Moh Amin, Ketua YPS, saat ditemui pekan lalu.
Temuan di lapangan memperkuat pernyataan Amin. Tim media ini mendapati bahwa area yang dilaporkan memang masih menunjukkan tanda-tanda aktivitas pertambangan. Warga sekitar juga mengaku masih sering melihat truk keluar-masuk membawa material dari lokasi tersebut.
Dalam perspektif hukum, kasus ini jelas masuk kategori Pertambangan Tanpa Izin (PETI) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Minerba. Namun, mandeknya penanganan perkara menimbulkan tanda tanya besar: ada apa di balik kelambanan aparat?
![]() |
HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy (kanan). (Foto: Istimewa) |
Gus Lilur menyebut, kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum lingkungan, tetapi juga ujian besar bagi institusi kepolisian. “Bagaimana mungkin laporan resmi dengan bukti lengkap dibiarkan menggantung selama dua tahun lebih? Kalau Polri ingin dipercaya publik, kasus tambang ilegal di Asta Tinggi harus jadi prioritas,” ujarnya.
Sorotan ini semakin relevan di tengah langkah Presiden Prabowo Subianto yang berencana membentuk Komite Reformasi Polri. Komite ini diharapkan mampu mengurai benang kusut berbagai persoalan di tubuh kepolisian, termasuk dugaan keterlambatan penanganan kasus tambang ilegal yang belakangan marak di Jawa Timur.
Sementara itu, publik Madura semakin gusar. Situs religi Asta Tinggi bukan hanya tempat bersejarah, tetapi juga simbol spiritual masyarakat Sumenep. Aktivitas tambang di kawasan ini dianggap sebagai bentuk perusakan warisan leluhur.
Kini, pertanyaannya sederhana namun krusial: apakah Polri berani membongkar jaringan tambang ilegal di Madura, atau kasus ini akan kembali berakhir sebagai catatan gelap tanpa penyelesaian?
0Komentar