TSWpGUA9Tfd6GUO7GprpGSM7Td==

Niat Tagih Hutang Berujung Masuk Penjara, Kuasa Hukum MD Ajukan Penangguhan Penahanan

HARU: Tangis keluarga pecah saat betemu dengan MD usai menjalankan sidang perdana di PN Situbondo, Selasa (22/07/2025). (Foto: Kutipantau)
HUKUM, KUTIPANTAU.COM - Niat baik seharusnya berbuah kebaikan. Namun, bagi MD, seorang pria asal Kecamatan Asembagus, Situbondo, niatnya untuk menolong justru berakhir dengan tragedi hukum. Ia kini mendekam di penjara setelah dilaporkan atas kasus pencurian oleh orang yang pernah ia bantu.

Setahun lalu, MD meminjamkan uang sebesar Rp 5 juta kepada rekannya yang tengah kesulitan ekonomi. Namun hingga pertengahan 2025, utang tersebut belum juga lunas. Rekannya hanya mampu mencicil Rp 1 juta, tanpa menunjukkan itikad untuk menyelesaikan sisa kewajiban.

Karena merasa diabaikan dan berada dalam tekanan kebutuhan ekonomi, MD akhirnya mengambil inisiatif sendiri. Ia mendatangi rumah si peminjam dan membawa pergi dua barang milik rekannya, yakni kursi dan mesin cuci.

"Saat mengambil Barang tersebut ada orang tua pelapor dan dipersilahkan oleh orang tua pelapor, karena anaknya memang tidak mampu membayar hutangnya. Barang yang diambil tersebut lalu dijual seharga Rp 3 juta untuk menutupi sebagian sisa utang," jelas Kuasa Hukum MD, Moh Hanif Fariyadi usai sidang perdana di Pengadilan Negeri Situbondo, Selasa (22/07/2025).

Namun keputusan MD itu berbuntut panjang. Ia justru dilaporkan atas tuduhan pencurian. Saat ini, MD telah ditahan dan tengah menjalani proses hukum di Lembaga Pemasyarakatan Situbondo.

Langkah inisiatif yang ia ambil tanpa seizin pemilik barang, meski sebagai kompensasi utang dan seizin orang tua pemilik barang, dianggap melanggar hukum dan dijerat pasal 362 KUHP tentang Pencurian Umum atau Tunggal dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 900 ribu.

Dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Situbondo itu, kuasa hukum MD yang akrab disapa Hanif mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan dasar MD merupakan tulang punggung keluarga satu-satunya.

"Kami mengajukan permohonan penangguhan penahanan, mengingat MD sendiri tengah mengalami kesulitan ekonomi. Ia harus menanggung biaya pendidikan anaknya yang sedang menuntut ilmu di pondok pesantren. MD bekerja sebagai penebang tebu, itu satu-satunya mata pencahariannya untuk menghidupi keluarga," ujar Kuasa Hukum MD yang akrab disapa Hanif itu usai sidang perdana di PN Situbondo.

Hanif menyebut kasus ini sebagai contoh tragis dari kegagalan komunikasi dan keadilan. "MD tidak berniat mencuri. Ia hanya ingin mengambil kembali haknya. Tapi karena prosesnya tidak legal, kini dia harus menanggung akibatnya," jelasnya.

Hanif menambahkan, pengambilan barang dilakukan di depan sejumlah saksi. Namun karena tidak ada surat perjanjian tertulis soal jaminan utang atau izin pengambilan, tuduhan pencurian menjadi dasar kuat bagi pelapor.

"Sayangnya, hukum lebih melihat prosedur, bukan niat," ujarnya.

Upaya untuk menyelesaikan perkara ini melalui jalur damai pun telah dilakukan. Polsek Asembagus bersama Kejaksaan Negeri Situbondo sempat mencoba mempertemukan kedua belah pihak melalui proses Restorative Justice. Namun, pelapor menolak dan memilih membawa kasus ini ke pengadilan.

"Ini pelajaran mahal. Jangan hanya mengandalkan niat baik ketika memberi pinjaman. Harus ada perlindungan hukum, ada bukti hitam di atas putih. Kalau tidak, kita bisa jadi korban dua kali," tutur Hanif, prihatin.

Hanif juga mengatakan untuk sidang pembuktian akan dilaksanakan pada hari Selasa (29/07/2025) Minggu depan. "Selanjutnya, Kita lihat saja nanti pada sidang pembuktian pasa Selasa Minggu depan," kata Hanif.

Kasus ini menjadi perhatian publik di Situbondo. Banyak yang menilai hukum semestinya bisa lebih fleksibel dalam menilai kasus-kasus bernuansa sosial seperti ini. Namun, pada akhirnya, keadilan tetap berpijak pada aturan, bukan semata niat.

 

0Komentar